Gema Juang
Prolog : Hari kedua bertugas di kantor baru harus penasaran sama pelajaran tingkat tiga jaman kuliah dulu, alhasil harus obrak-abrik berkas-berkas lama di email. Berurusan dengan masa lalu selalu saja ada rasa terharu dan malu karena diingatkan dengan kenangan-kenangan lama. Kali inipun saya juga tersenyum- senyum sendiri membongkar berkas-berkas di email, agak tidak percaya dengan tugas-tugas kuliah setumpuk yang berhasil saya selesaikan, yang lebih mengejutkan lagi saya menemukan berkas puisi amatiran yang saya coba-coba kirimkan ke media, siapa tahu saja dimuat. Yah namanya juga amatir, jelas saja tidak dimuat. Well, it's okay, saya toh tidak terlalu peduli penilaian orang, yang penting khan sudah berusaha mencoba. daripada dianggurin, mending puisi ini dipajang di-blog sendiri, siapa tahu ada yang juga senyum senyum geli sendiri membaca puisi amatiran saya :)
Puisi ini dikhususkan untuk saya yang baru saja pindah tugas ke daerah tertinggal (menurut saya sih), selamat berjuang, suatu hari nanti akan ada cerita yang akan kau lahirkan di tempat rantau yang baru.
Gema Juang
Tak ada
rumput
Tak ada
ilama
mendung,
tiba-tiba berkabut
Tanah basah
di sekitar pohon mahoni
Tak bisa
dibedakan dengan lumpur
Biarkan saja…biarkan
kering
Jalan
menapak, mendaki
di
kiri-kanan jamur barat menyapa
Kemudian
pohon jarak memamerkan getahnya
Jalan saja,
terus..terus…fokuskan ke ujung
Ada cahaya
hitam??
Terus saja,
jangan lihat ke belakang
Bekas-bekas
jejak langkahmu diikuti harimau kini
Ada gemercik
sungai yang kau dengar
Tak usah
lena
Teruskan
kalau perlu berlari
Bukan
bidadari atau surga
Sesuatu yang
lebih indah menunggumu di ujung.
0 komentar:
Posting Komentar